Monday, March 16, 2015

MANUSIA, ANAK KECIL YANG MANJA

Walillahil matsalul a'la, permisalan yang paling tinggi hanyalah milik dan kewenangan Allah. Tapi sekadar untuk mendekatkan pemahaman meskipun tidak semua pas, kita bisa membuat permisalan bahwa manusia, kepada Allah dan syariat-Nya, sering seperti anak kecil yang manja.

Seperti jamaknya bocah, sering penasaran dan melakukan banyak hal yang memiliki potensi bahaya. Keberanian yang tak dilandasi pengetahuan akan konsekuensi dan resiko. Ia hanya melihat unsur "senang" pada apa yang dilakukan. Loncat-Loncat ke atas meja dan kursi, panjat-panjat pohon, hujan-hujanan ☔, kebut-kebutan dengan sepeda , berenang dan bermain di sungai dan sebagainya.
Orangtua sering melarang atau membatasi karena khawatir si anak tertimpa bahaya. Jatuh, pilek dan masuk angin , tertabrak dan terluka, tenggelam dsb. Memang, tanpa melakukan itupun, bahaya itu bisa saja tetap menimpa. Tapi bagaimanapun, aktivitas semacam itu mendekatkan resiko. Peluang terkenanya menjadi 70% bahkan bisa lebih.

Manusia pun demikian. Sering penasaran dan melakukan berbagai hal yang dilarang syariat, hanya karena mencari kesenangan. Padahal setiap yang dilarang syariat pasti ada bahaya dibaliknya. Sebagian ada yang memang tidak tau bahayanya, hingga tetap melakukan. Sebagian lain tau, tapi nekat karena barangkali merasa mampu menanggung akibat.

Rasulullah membuat permisalan yang sangat indah dan tepat dalam hal ini melalui sabdanya;
"Sesungguhnya perumpamaanku dan umatku adalah seperti seorang yang menyalakan api yang mengakibatkan binatang-binatang melata dan nyamuk terperangkap ke dalam api tersebut. Aku sudah berusaha memegang ikat pinggang kalian namun kalian menceburkan diri ke dalamnya."
(Shahih Muslim No. 4234)

Ciri khas lainnya, anak kecil mudah tergoda dengan penampakan yang menarik dan rasa yang berlebihan tanpa memperhitungkan fungsi dan manfaat atau bahkan madharat yang dikandungnya. Mainan dan jajanan . Mereka akan bersikeras meminta beli balon  hanya karena melihat warna dan bentuknya yang indah , padahal namanya balon isinya hanya angin dan sebentar pun kempes. Juga sangat suka beli jajanan yang amat manis atau gurih , padahal rata-rata jajanan dengan dua rasa itu mengandung dzat yang tidak baik.
☝Orangtua sering memberi alternatif barang yang lebih manfaat atau makanan yang lebih sehat. Tapi namanya juga anak-anak, "manfaat" dan "sehat" belum menjadi pertimbangan nalar mereka. Semua masih di dominasi keinginan untuk bermain dan bersenang-senang.

Manusia juga begitu. Mudah tergoda oleh penampakan yang menarik dan mengenyampingkan hakikat dan manfaat. Setan pun menggoda dengan warna-warni indah meski hakikatnya tidak berguna atau bahkan berbahaya. Gemerlap harta, indahnya wanita dan pesona jabatan. Bahkan saat setan menggoda agar manusia melakukan hal-hal tak berguna bahkan aneh pun, manusia mau saja menurutinya.

Allah berfirman;
"Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, yang dilaknati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya) dan aku benar-benar akan akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata."
(QS. an-Nisa: 117-119)

Dan yang paling khas adalah, anak kecil sering ironis; sulit dinasehati tapi ketika benar-benar tertimpa bahaya, ia menangis dan meminta tolong orangtuanya. Ia juga menangis , berteriak meski hanya jatuh kesandung, tertusuk duri atau sedikit luka berdarah.

Lihatlah kita, manusia. Seringkali kita abai terhadap perintah dan larangan syariat. Padahal setiap perintah syariat pasti mengandung manfaat dan setiap larangan pasti mengandung madharat. Dan saat kita benar-benar tertimpa bahaya, kita menangis, mengeluh dan memohon pertolongan kepada Dzat yang kita durhakai. Atau saat Allah sedikit menyentil kita dengan musibah, kita sering merasa seperti manusia paling menderita di dunia.

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telang hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembir lagi bangga."
(QS. Hud: 9-10)

Jadi, agar kita bisa menjadi dewasa dan tidak lagi seperti anak-anak adalah dengan memahami dan melaksanakan syariat ilahi. Memahami bahwa larangannya adalah batasan dari bahaya, perintahnya adalah tangga menuju keselamatan, dunia hanyalah sementara, setan adalah musuh yang nyata, nikmat dan musibah adalah dua karunia yang harus disikapi dengan syukur dan sabar agar tetap mendapat ampunan dan ridha-Nya. Dengan ini, in syaa Allah, kita tak lagi seperti anak-anak manja yang menjengkelkan dan layak nendapat sentilan hukuman. 

Wallahua'lam.

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates